Tampilkan postingan dengan label AJARAN JAWA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AJARAN JAWA. Tampilkan semua postingan

PRANATA MANGSA

*KALENDER = PRANATA MANGSA 2020-2021 SAKA*

Pranata mangsa adalah tatanan,aturan yg berhubungan dg Alam,khususnya utk para petani pada jaman dahulu kala, utk memahami perobahan mangsa, dlm menjalankan pertanian, maka paranata mangsa juga dinamàkan Kala edar, artinya waktu yg berputar.
waktu ( kala ) dalam etika *PAWUKON*.. waktu diluar kekuasaan manusia,waktu adalah bukti metafisika yg nyata,dan  sebuah misteri kehidupan.
Tradisi jawa sudah mempunyai cara untuk menghitung kemisterian sang waktu,sebuah pengetahuan untuk memahami peran manusia atas sang waktu ( dalam menjalani kehidupan),yang tentu berguna utk berdampak pada kejadian dalam kehidupannya...untuk memproyeksi kan tentang perjalanan kehidupan ( perjodohan "pas ",usaha "pas",pekerjaan yg "pas " dst dst )..."pas" dalam arti  bukan tentang materi saja, tapi membawa rahsa yg damai ( membuat ketenangan hati dan pikiran ) yg membawa berkah.
Disini sy sampaikan sedikit tentang terjadinya Pranata mangsa.
Pada tahun satu Saka Resi Radi seorang Resi yg mumpuni mendapatkan Wangsit utk menciptakan Pasaran dan hari: yang dinamakan Panca Wara, kemudian menyusul Sapta Wara.
Yang sekarang beredar dimasyarakat umum khususnya utk org jawa yg disebut Dina pitu pasaran Lima.

*Nama hari Jawa kuna (saptawara)*

*Radite* (Minggu) melambangkan meneng (diam) Neptu=5
*Soma* (Senin) melambangkan maju Neptu 4
*Hanggara* atau Anggara (Selasa) melambangkan mundur, Neptu 3
*Budda* Raabu, melambangkan mangiwa (bergerak ke kiri) Neptu 7
*Respati* Kamis, melambangkan manengen (bergerak ke kanan) Neptu 8
*Sukra* Jumat, melambangkan munggah (naik ke atas) Neptu 6
*Tumpak* Sabtu, melambangkan temurun (bergerak turun) Neptu 9.

*Nama Pasaran Jawa     (Pancawara)*

*pethak* Legi (manis) melambangkan mungkur atau kebelakang berbalik arah, Neptu 5.
*Jenih* Pahing,(Pahit) melambangkan Madep/menghadap Neptu 9.
*Abrit* Pon (Suci) melambangkan Sare/tidur Neptu 7.
*Cemeng* Wage (Sabar) melambangkan Lenggah/duduk Neptu 4.+
*Manca warna* Kliwon (Welas asih) melambangkan jumeneng (berdiri) Neptu 8.
*Wuku,waktu atau Kala edar*
Wuku adalah  bagian dari siklus  penanggalan Jawa yg berumur 7 hari (pancawara dan saptawara)...periode sistem wuku ada 30 pekan/minggu, ini tetap berjumlah 210 hari...dan setiap wuku mempunyai nama nama...

*Sinta* - Batara dewanya Yamadipati. Mulai
Radite Jenih /Minggu Pahing.
Dan seterusnya.....
Kemudian Bulan 12. Dimulai dari Kartika = Kasa lamanya 41 hari.
Dan seterusnya. Ajaran Pranata mangsa jika dijabarkan sangat bermanfaat bagi para pelaku Spiritual.
Coba diawali dari pasaran
Legi manis
Pahing pahit dan seterusnya....


Sejarah Wuku





Wuku adalah perlambang dari sifat-sifat manusia yang disetujui pada hari-hari tertentu seperti layaknya horoskop atau perbintangan yang kita kenal. Berdasarkan maksud dan tujuan yang dibuat oleh para leluhur Jawa, adalah untuk mengetahui karakter manusia pada sisi kebaikkan dan keburukannya, saat-saat sialnya, dan doa penangkal dan keselamatannya. Berikut sejarah asal-usulnya wuku yang berpindah 30 macam berikut: Di ceritakan ada dua putri bersaudara yang bernama dewi Shinta dan dewi Landep, dua-duanya diperistri oleh seorang pandita yang bernama Resi Gana., Resi Gana ini adalah putra dari Bethara Temburu untuk ceritanya Dalam memperistri dua putri tersebut, Resi Gana belum mendapatkan putra dan cintanya karena usianya yang sudah tua dan buruk rupa,

Dianggap menyebabkan sang Resi menjadi muksa (menghilang oleh gaib). Pada saat itu sang Resi sempat mengucap / bersabda kepada Dewi Shinta "Pada suatu kelak nanti wiji yang diperuntukkan bagi rahimnya akan menghasilkan anak laki-laki agar mendapatkan nama" Raden Watu Gunung ". Singkat cerita Dewi Shinta akhirnya hamil dan mendapatkan anak laki-laki yang mendapat nama seperti sabda tersebut, bernyanyi bayi akhirnya makan nafsu makannya luar biasa / tidak lumrah seperti bayi-bayi yang lain, sampai pada sutau saat kompilasi Dewi Shinta menanak nasi Raden Watu Gunung mengisikan sesengguhan, memperdayakan kesalnya Dewi Shinta memukul dengan entong (nasi) kemudian Watu Gunung kecewa sekali lalu pergi tanpa pamit. Setelah selesai menanak nasi Dewi Shinta mencari àputranya, akan tetapi tidak pernah ketemu. Sambil berusaha Dewi Shinta dibantu Dewi Landep bertapa di pedepokan (rumah) di pertapaannya akhirnya dua putri ini mendapatkan kesaktian yang luar biasa, sehingga banyak pandita-pandita yang lain banyak belajar ilmu dan ingin melamarnya. Namun semuanya ditolak, bahkan ada sebuah resi yang sangat sakti pun yaitu Resi Tama bahkan ingin memaksanya untuk memperistrinya. Hal ini terjadi dua putri ini lari tunggang langgang, inipun masih dikejar resi Tama. Para Pandita yang lain mendaptkan kabar ini akhirnya berbalik menjadi belas kasihan dan akhirnya memburu sang Resi Tama. Bahkan ada resi yang sangat sakti pun yaitu Resi Tama bahkan ingin memaksanya untuk memperistrinya. Hal ini terjadi dua putri ini lari tunggang langgang, inipun masih dikejar resi Tama. Para Pandita yang lain mendaptkan kabar ini akhirnya berbalik menjadi belas kasihan dan akhirnya memburu sang Resi Tama. Bahkan ada resi yang sangat sakti pun yaitu Resi Tama bahkan ingin memaksanya untuk memperistrinya. Hal ini terjadi dua putri lari ini tunggang langgang, inipun masih dikejar resi Tama. Para Pandita yang lain mendaptkan kabar ini akhirnya berbalik menjadi belas kasihan dan akhirnya memburu sang Resi Tama.


Dalam peperangan menyanyikan Resi Tama dapat mengalahkan semua resi-resi tersebut, menghindari melanjutkan dua putri ini sampai ke negara Medangkamulan dengan rajanya Manuk Madewa yang masih berdarah betara Brahma, dengan patihnya berjuluk Patih Citra Dana. Di negara inipun bernyanyi Prabu Manuk Madewa juga kasmaran terhadap kecantikan kedua putri tersebut. Sang Putri agaknya mau dengan syarat: "Bisa mengalahkan sang Resi Tama yang berusaha-ngejar ini" akhirnya dikerahkan bala tentara untuk disetujui sang resi Tama di bawah pimpinan patih Citra Dana, namun dalam peperangan ini prajurit dari negara Medang Kamulam kocar-kacir. Diceritakan Raden Watu Gunung setelah terpukul oleh entong (sendok makan) tersebut di hutan Selo Gringging, luka dikepala akibat pukulan akhirnya pulih sendiri dan berbekas.


Jadi, senang sekali bagi masyarakat akhirnya Dianiaya Berramai-ramai, di dalam penganiayaan ini dikatakan Raden Watu Gunung tidak suka kesakitan saat terus-menerus makan makanan yang tersaji, hal ini berkaitan dengan masyarakat yang baru saja bernyanyi Raden Watu dengan gelar Pr1abu Watu Gunung. Pada suatu kompilasi sang Prabu mendengar cerita di negara Medang Kamulan terjadi peperangan yang menyebabkan seorang Resi Tama sedang memperebutkan dua orang putri yang cantik jelita, sehingga Prabu Watu Gunung pun ingin ikut memperebutkannya. Akhirnya Prabu Watu Gunung bertolak ke negara Medang Kamulan lalu berhadapan langsung dengan sang Resi Tama. Bahkan akhirnya dapat mengalahkan Resi Tama. Namun kompilasi Tama dapat dikalahkan Raden Watu Gunung,


Hal ini disuarakan oleh Prabu Watu Gunung, yang menyebabkan kekecewaannya. Singkat cerita terjadi peperangan lagi antara Prabu Watu Gunung dengan Prabu Manuk Madewa yang akhirnya Prabu Manuk Madewa hancur. Dan akhirnya menjadi raja di Medang Kamulan yang kemudian kerajaan ini diganti nama negara Giling Wesi, bahkan dua orang putri tersebut diangkat sebagai permaisurinya. Diceritakan lagi setelah menjadi istri sang Prabu Watu Gunung, dewi Shinta menerima putra yang selalu kembar sampai 13 kali (kecuali yang nomor 14) berdasarkan jumlah putra sang prabu 27: 1. Raden Wukir kembar dengan Raden Kurantil 2. Raden Tolu kembar dengan Raden Gumbreg 3 Raden Warigalit kembar dengan Raden Warigagung 4. Raden Djulungwangi kembar dengan Reden Sungsang 5. Raden Galungan kembar dengan Raden Kuningan 6. Raden Langkir kembar dengan Raden Mandasija 7.


Raden Wajang kembar dengan Raden Kuwalu 14. Raden Dukut bukan kembar cerita pendek tentang kompilasi Dewi Shinta diperintahkan untuk mencari kutu di kepala Sang Prabu Watu Gunung, betapa terkejutnya sang Dewi. sang prabu bahkan lebih dulu dari muasal luka tersebut, yang sebenarnya adalah Dewi Shinta adalah yang telah terjadilah atas kebaruan yang luar biasa, sulit untuk cobaan hidup ini, dan sangat memalukan kejadian ini. Pikir diniatkan jangan sampai rahasia ini diketahui orang lain, sambil menangis Dewi Shinta. Lalu ditanyakan kenapa menangis, dijawab oleh dewi Shinta lalu berkata “Sababing amargo jalaran Saking Kepengine Duwe Maru Widodari Kahyangan“ yang artinya tangisnya karena memerlukan madu dengan bidadari kahyangan. Raden Prangbakat untuk naik ke kahyangan bertemu dengan Bathara Guru lalu memohon satu bidadari bernama Dewi Sri untuk diperistri menyanyikan Prabu.


Diceritakan di Kahyangan: Djunggring Salaka Sang Hyang Guru: Resi Narada didatangi oleh Raden Prangbakat atas pesan bapaknya. Namun dalam ceritanya di kahyangan niat Watu Gunung memutuskan untuk tatanan wilayah kahyangan kemudian Bathara Wisnu terpilih untuk (Ngluruk) -mendatangi menyanyikan Prabu di Gilingwesi akhirnya terjadilah peperangan para dewa dengan sang prabu didahului dengan pengiring putra-putra sang prabu yang dikepung oleh para dewa para dewa. Dalam peperangan ini yang dipimpin oleh Prabu Watu Gunung itu sendiri sulit dikalahkan. Akhirnya Bathara Wisnu mencari tahu kelemahan sang prabu, diutuslah putranya sendiri yaitu Raden Srigati yang kemudian Raden Srigati mengutus Wil Awuk sebagai mata-mata untuk mengetahui kelemahan Watu Gunung.


Kelemahan ini akhirnya digunakan oleh Bathara Wisnu untuk menumpas kerajaan Gilingwesi dan akhirnya tumpaslah sudah kerajaan tersebut. Pada akhirnya diceritakan Dewi Shinta dan Dewi Landep masih hidup dan menangis memohon Sang Hyang Jagad Noto untuk memohon keadilan kemudian turunkan Resi Narada diutus untuk membahas sebab musababnya yang dibalikkan, juga dibalikkan dengan kelemannya kepada Sang Dewi Shinta jika diminta oleh Wil Awuk. Sebagai gantinya sang dewi akan mengabulkan permintaannya sebagai asalkan tidak meminta balik kembali Watu Gunung besarta atas permintaannya sementara sang nyanyi Shinta hanya ingin Watu Gunung dan semua putranya dimaafkan membantunya dan pergi bersama-sama dengan dewi Landep. Permohonan ini dibuka oleh Sang Hyang Jagad dimana urut-urutan masuk surga adalah: 1. Dewi Shinta 2. Dewi Landep Kemudian diambil ke-27 putranya yang terakhir Watu Gunung (no 30) oleh Bathara Wisnu ke tiga puluh nama yang digunakan sebagai dasar perhitungan Wuku. WUKU dan KELAHIRAN Tiap-setiap wuku memiliki watak sendiri-sendiri. Watak wuku dapat digunakan untuk mempelajari dasar watak bayi lahir






Nama Nama Wuku


Nama-nama wuku yang tiga puluh didasarkan pada suatu kisah mengenai suatu kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Watugunung. Raja ini beristri Sinta dan memiliki 28 putra. Nama-nama semua tokoh inilah yang menjadi nama-nama setiap wuku. Setiap wuku dijaga oleh seorang dewa pelindung, memiliki pohon simbolik, hewan simbolik, tipe rumah (gedhong), candra ("penciri"), perlambang (dinyatakan dalam suatu peribahasa), ruwatan-nya (sedekah untuk menolak bala), kala sial (sengkala bilahi, situasi yang membawa petaka), dan dunung (arah mata angin yang membawa sial).

Sinta - Batara Yama (Ahad Pahing - Sabtu Pon)

Landep - Batara Mahadewa (Ahad Wage - Sabtu Kliwon)

Wukir, Ukir1 - Batara Mahayakti (Ahad Legi - Sabtu Pahing)

Kurantil, Kulantir1 - Batara Langsur (Ahad Pon - Sabtu Wage)

Tolu, Tulu1 - Batara Bayu (Ahad Kliwon - Sabtu Legi)

Gumbreg - Batara Candra (Ahad Pahing - Sabtu Pon)

Warigalit, Wariga1 - Batara Asmara (Ahad Wage - Sabtu Kliwon)

Warigagung, Warigadian1 - Batara Maharesi (Ahad Legi - Sabtu Pahing)

Julungwangi, Julangwangi1 - Batara Sambu (Ahad Pon - Sabtu Wage)

Sungsang - Batara Gana Ganesa (Ahad Kliwon - Sabtu Legi)

Galungan, Dungulan1 - Batara Kamajaya (Ahad Pahing - Sabtu Pon)

Kuningan - Batara Indra. (Ahad Wage - Sabtu Kliwon) Pada minggu ini jatuh hari raya Kuningan pada hari Sabtu-Kliwon.

Langkir - Batara Kala (Ahad Legi - Sabtu Pahing)

Mandasiya, Medangsia1 - Batara Brahma (Ahad Pon - Sabtu Wage)

Julungpujut, Pujut1 - Batara Guritna (Ahad Kliwon - Sabtu Legi)

Pahang - Batara Tantra (Ahad Pahing - Sabtu Pon)

Kuruwelut, Krulut1 - Batara Wisnu (Ahad Wage - Sabtu Kliwon)

Marakeh, Merakih1 - Batara Suranggana (Ahad Legi - Sabtu Pahing)

Tambir - Batara Siwa (Ahad Pon - Sabtu Wage)

Medangkungan - Batara Basuki (Ahad Kliwon - Sabtu Legi)

Maktal - Batara Sakri (Ahad Pahing - Sabtu Pon)

Wuye, Uye1 - Batara Kowera (Ahad Wage - Sabtu Kliwon)

Manahil, Menail1 - Batara Citragotra (Ahad Legi - Sabtu Pahing)

Prangbakat - Batara Bisma (Ahad Pon - Sabtu Wage)

Bala - Batara Durga (Ahad Kliwon - Sabtu Legi)

Wugu, Ugu1 - Batara Singajanma (Ahad Pahing - Sabtu Pon)

Wayang - Batara Sri (Ahad Wage - Sabtu Kliwon)

Kulawu, Kelawu1 - Batara Sadana (Ahad Legi - Sabtu Pahing)

Dukut - Batara Sakri. Pada minggu ini jatuh hari Anggara Kasih pada hari Selasa Kliwon yang dianggap keramat oleh orang Jawa. (Ahad Pon - Sabtu Wage)

Watugunung - Batara Anantaboga. (Ahad Kliwon - Sabtu Legi) Dalam minggu ini jatuh hari Jumat Kliwon yang dianggap keramat oleh orang Jawa dan hari Saraswati yang dianggap suci oleh orang Bali.

Diambil dari berbagai sumber

Hanacaraka


Arti Huruf Hanacaraka

Huruf jawa Hanacaraka yang oleh pendukungnya di anggap memiliki nilai adi ‘luhung’ merupakan salah satu solusi alternative dalam mempertahankan kepribadian bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat jawa pada khususnya.

Karateristik orang jawa yang sopan, jujur,ramah tamah,baek hati, rajin, kolot,tradisional dan percaya kepada takhayul maupun kekuatan gaib memiliki cara unik dalam menghadapi dampak globalisasi tersebut, yaitu mengkaji pada nilai nilai luhur yang tersembunyi di balik huruf HANACARAKA.

Hal ini salah satu sebab ialah tidak transparannya nenek moyang orang jawa dalam menyampaikan nasehat ,petunjuk tentang nilai nilai luhur kepada generasi penerus.

Makna dan Filsafat Huruf Jawa:

Ha-Na-Ca-Ra-Ka

berarti ada ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia.

Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja.

Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan).•

Da-Ta-Sa-Wa-La

berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.

Pa-Dha-Ja-Ya-Nya

berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Ilahi) dengan yang diberi hidup ( makhluk ).

Maksdunya padha ” sama ” atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan.

Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.•

Ma-Ga-Ba-Tha-Nga

berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.

Makna Huruf Jawa:

-Ha =Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci

-Na =Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi

-Ca =Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal

-Ra =Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani

-Ka =Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam

-Da =Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya

-Ta =Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup

-Sa =Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan

-Wa =Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas

-La =Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi

-Pa =Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah

-Dha =Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar

-Ja =Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya

-Ya =Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah/kodrat Illahi

-Nya =Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan

-Ma =Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam menyembah Ilahi

-Ga =Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani

-Ba =Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam

-Tha =Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan

-Nga =Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi manusia

Dalam kisah Ajisaka

ha na ca ra ka =
Dikisahkanlah tentang dua orang abdi yang setia

da ta sa wa la =
Keduanya terlibat perselisihan dan akhirnya berkelahi

pa da ja ya nya =
Mereka sama-sama kuat dan tangguh

ma ga ba tha nga =
Akhirnya kedua abdi itu pun tewas bersama

Aksara Jawa ha-na-ca-ra- ka mewakili spiritualitas orang Jawa yang terdalam: yaitu kerinduannya akan harmoni dan ketakutannya akan segala sesuatu yang dapat memecah-belah harmoni.

Konon aksara Jawa ini diciptakan oleh Ajisaka untuk mengenang kedua abdinya yang setia.

Dikisahkan Ajisaka hendak pergi mengembara, dan ia berpesan pada seorang abdinya yang setia agar menjaga keris pusakanya dan mewanti-wanti: janganlah memberikan keris itu pada orang lain, kecuali dirinya sendiri: Ajisaka.

Setelah sekian lama mengembara, di negeri perantauan, Ajisaka teringat akan pusaka yang ia tinggalkan di tanah kelahirannya.

Maka ia pun mengutus seorang abdinya yang lain, yang juga setia, agar dia pulang dan mengambil keris pusaka itu di tanah leluhur.

Kepada abdi yang setia ini dia mewanti-wanti: jangan sekali-kali kembali ke hadapannya kecuali membawa keris pusakanya.

Ironisnya, kedua abdi yang sama-sama setia dan militan itu, akhirnya harus berkelahi dan tewas bersama: hanya karena tidak ada dialog di antara mereka.

Bukankah sebenarnya keduanya mengemban misi yang sama: yaitu memegang teguh amanat junjungannya? Dan lebih ironis lagi, kisah tragis tentang dua abdi yang setia ini selalu berulang dari jaman ke jaman, bahkan dari generasi ke generasi.

Rahasia Wejangan Huruf Jawa:

1. Hananira Sejatine Wahananing Hyang,

2. Nadyan ora kasat-kasat pasti ana,

3. Careming Hyang yekti tan ceta wineca,

4. Rasakena rakete lan angganira,

5. Kawruhana ywa kongsi kurang weweka,

6. Dadi sasar yen sira nora waspada,

7. Tamatna prahaning Hyang sung sasmita,

8. Sasmitane kang kongsi bisa karasa,

9. Waspadakna wewadi kang sira gawa (sipat Rasul / Muhammad),

10. Lalekna yen sira tumekeng lalis (sekarat) (5),

11. Pati sasar tan wun manggya papa,

12. Dasar beda lan kang wus kalis ing goda; (Islam / Ma’rifat),

13. Jangkane mung jenak jenjeming jiwarja,

14. Yitnanana liyep luyuting pralaya (angracuta yen pinuju sekarat ),

15. Nyata sonya nyenyet labeting kadonyan,

16. Madyeng ngalam paruntunan (?) aywa samar,

17. Gayuhane tanalijan (tan ana lijan) mung sarwa arga,

18. Bali Murba Misesa ing njero-njaba (Widhatulwujud, Esa, Suwiji),

19. Tukulane wida darja tebah nista,

20. Ngarah-arah ing reh mardi-mardiningrat.

Artinya :

1. Asalmu karena kehendak Allah,

2. Walaupun tidak nampak tetapi ada,

3. Allah yang Kuasa tidak bisa ditebak (dinyatakan),

4. Rasakan dalam tubuhmu,

5. Ketahui sampai kurang waspada,

6. Jadi salah kalau kurang waspada,

7. Nyatakan Allah memberi petunjuk,

8. Petunjuk sampai bisa merasakan,

9. Waspadalah rahasia yang kau bawa (sifat Rasul/Muhammad),

10. Lupakan sampai sekaratil maut (menjelang ajal/koma),

11. Mati yang salah menjadi susah,

12. Dan beda bagi yang tidak tergoda (Islam/Mari’fat),

13. Tujuannya hanya tentram jiwanya,

14. At’tauhid atau khusyuk waktu sekaratil maut,

15. Ternyata sepi (hilang) sifat dunia,

16. Dalam alam barzah ternyata samar (gaib),

17. Tujuan tidak lain hanya satu,

18. Pulang menguasai Lahir Batin (Esa),

19. Tumbuhnya benih menjauhkan aniaya,

20. Hati-hati manuju jalan kedunia,

Rahasia Piwulang Urip Huruf Jawa:

Huruf jawa merupakan abjad bahasa jawa yg di gunakan nenek moyang tanah jawa sebagai sarana baca tulis,berkomunikasi dan menulis kitab-kitab jawa kuno dari dulu hingga sekarang, tidak terlepas dari itu pada era modern ini juga masih di gunakan orang jawa sebagai sarana spiritual kejawen mereka meyakini bahwa degan melakukan ritual tertntu huruf jawa mempunyai kekuatan ghaib yang sangat ampuh. Berikut ini adalah makna yg terkandung di setiap abjad huruf jawa.

Piwulang Urip Huruf Jawa:

HA : Hurip/hidup_trcipta awal kehidupan manusia yang terlahir di dunia.

NA : Legeno/telanjang,polos_ketika bayi yang baru lahir msh dalam keada’an suci lahir batin.

CA : Cipto,nalar,/stlh lahir dan brkembang mulai berkreasi mencari jati diri,mengenal

TUHAN,bertaqwa padaNYA dan mencari sesuatu yg brguna untuk kehidupanya.

RA : Roso/perasa’an,nurani_sebagaimana mestinya hdup dengan nurani manusia bkan dengan naluri binatang atau makluk lainya.

KA : Karyo/karya_bekerja dengan baik mencari rizki yang halal adalah kewajiban dan sebagian dari ibadah.

DA : Dodo/dada_hati yang suci adalah guru sejati.

TA : Toto/menata,menyusun menentukan sebuah pilihan.

SA : Soko/tiang penyangga, tumpuan hidup agar selalu tegar.

WA : Weruh/melihat_bukan hanya dgan mata saja tetapi dgn akal dan nurani.

LA : Laku,lelakon/kisah_liku-liku kehidupan manusia.

PA : Podho,adil,/keseimbangan_besikap adil,derajad manusia itu sama di hadapan ALLAH,menghargai orang laen.

DHA : Dongo,do’a /berdo’a_mengakui kekuasa’an ALLAH dan hanya meminta padaNYA.

JA : Joyo, jaya/kemenangan_setiap manusia menginginkan dan brhak mendapat kemenangan(tercapainya cita2).

YA : Yogo,putro/anak,anak buah_menjadi seorang pemimpin yg bijaksana baik dalam keluara maupun sosial.

NYA : Nyawiji/bersatu,bersaudara_mengasihi sesama,tlng menolong.

MA : Sukmo/sukma,ruh,nyawa_rohani.

GA : Rogo/raga,tubuh_jasmaniBO : Buyut,tua/pikun,tua renta.

THA: Bathang,jisin/mayat.

NGA : Lungo/pergi_meninggal dunia kembali pada ALLAH.

Dari berbagai sumber.

FILOSOFI TUMPENG


FILOSOFI TUMPENG
(Ajaran Sembah Pitu Menurut Para Wali dalam Tradisi Tumpengan)

“Niat ingsun ngedusi badan sukmo ingsun, kang kedadian jumeneng saking cahyo suci,

Gumeleger sukmo ingsun tan keno lali mring Alloh, rogo gemuling sukmo nyanding, ati muji Alloh nggugah, selamet saking kersaning Alloh”

Bagi orang Jawa, menyampaikan maksud yang baik tidak selalu dilakukan dengan bentuk ucapan maupun perbuatan secara fisik, tetapi terkadang disampaikan dalam bentuk simbol-simbol atau sanepan.

Demikianlah kebiasaan bagi orang Jawa, agar para muda dan mudi lantip ing penggalih, tajam nalar dan akal pikirnya serta halus dalam olah rasa. Salah satunya adalah makna dari simbol tumpeng dalam khazanah kebudayaan Jawa.

Para wali pada zaman dahulu kala menyelipkan sebuah pesan moral baik secara vertikal maupun horizontal. Nasi tumpeng yang berbentuk lancip memiliki makna sangat sakral, di dalamnya terkandung maksud dari sebuah kesetiyaan dan pengabdian secara mutlak dan total kepada Allah yang Maha Kuasa. Selain itu terdapat makna penghormaan kepada sesama manusia dalam makna luas.

Sembah pitu, demikianlah ajaran Susuhunan Ing Kalijogo dalam sebuah tumpeng. Sembah pertama adalah dalam makna “Manembah Sujud” secara total kepada Allah SWT, yang dilambangkan dengan pucuking tumpeng dengan simbol berambang dan lombok merah.

Pada tahap yang paling tinggi ini, setiap peribadi manusia atau “ingsun” dalam kondisi kamil mukammil, tidak menghadap kepada selain-Nya, istikomah, jejek, manunggaling kawulo ing Gusti adalah sebuah kewajiban, dalam makna selalu awas lan eleng, ibarat warongko manjing curigo, selalu melihat pada kesejatian hidup dan yang memberi hidup, selalu melakukan “waktasimu bikhablillah” yakni berpegang teguh pada talinya Allah, atau manunggal pada lanjering Urip.

Yang demikian itu sudah sesuai dengan roso ingsun; “Yo koyo mengkono lakuning wajib kanggone poro wali, satuhu manunggal rosoningsun ing dalem kahanan jati, ora owah gingsir sak rambut pinoro pitu, among Alloh kang sinembah lan Maujud, yo kang Murbaing Jagad, yo jagad ingsun sekalir.”

Sembah kedua adalah dalam makna berbakti, yakni berbakti dan menghormati kedua orang tua sebagai piranti Gusti atau kang momong setiap jabang bayi yang dilahirkan di dunia. Sehingga berbakti kepada kedua orang tua atau sungkem adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan setelah “Manembah.”

Sembah ketiga adalah dalam makna hormat, yakni hormat kepada saudara tua. Hal ini dilakukan karena dimungkinkan bagi setiap insan pada masa kecil maupun setelah dewasa mendapatkan kasih sayang dari saudara tua.

Sembah keempat adalah dalam makna berbakti dan hormat kepada wali dan ulama. Hal ini dilakukan karena bimbingan-bimbingan keruhanian dijalankan oleh para orang suci dan merekalah yang memegang warisan para Nabi.

Sembah kelima adalah dalam makna berbakti dan hormat kepada guru, yakni guru sejati dan guru piranti. Hal ini dilakukan karena dari para gurulah setiap insan mendapatkan kawicaksanan, pengarahan dan pendidikan.

Sembah keenam adalah dalam makna hormat yakni hormat kepada seorang pemimpin. Karena dengan adanya seorang pemimpin yang adil keberlangsungan hidup dapat berjalan dengan damai. Selain itu, dengan adnya pemimpin yang adil negara gemahripah loh jinawi dapat terwujud.

Sembah ketujuh adalah dalam makna kasih dan sayang, yakni kasih sayang yang harus kita berikan kepada saudara muda. Hal ini dilakukan karena sudah menjadi sebuah keharusan bagi saudara tua untuk dapat menjadi contoh atau suri tauladan yang baik dalam menjalani hidup. Demikianlah berbagai makna dalam tradisi tumpengan sebagaimana yang dimaksudkan oleh para wali pada zaman dahulu.

Nuwun
Puthut Waskito

Semedi



Semedi iku sepisan nglungguke rogo, kaping pindo nglungguhke roso, kaping telu nglungguhke napsu, kaping papat nglungguhke jiwo, kaping limo ngluruske budi.

Murdiko itu disaat kita meditasi merasakan kosong artinya yg nyambung ke Sang hyang urip itu bukan sukmo.

Murdiko itu disaat kita meditasi merasakan kosong artinya yg nyambung ke Sang hyang urip itu bukan sukmo.

Klo msh ada rasa kumingsun kita baru sampai tataran indrajit,

Mengulas apa yg dimaksut Sapta  Garba,
sapta itu Tujuh/ pitu,  Garba itu Gelap / peteng,  maka orang yg sedang kegelapan hrs mendat Pitutur, piwulang. Pituduh dsb,
Sedangkan Gua Garba adalah,
Gua itu lobang,
Garba itu Gelap, bayi didlm rahim itu dalam lobang kegelapan, maka dikasih pitutur spy nanti lahir mengerti asal usulnya, wejangan atau pitutur dr Gusti blm selesai , bayi keburu lahir, maka keluar bhs rohnya yg disebut tangis,

Macam Macam Puasa

 

Pasa Weton - berpuasa pada hari kelahiranya sesuai penanggalan jawa.
Pasa Sekeman - Puasa pada hari senin dan kamis.
Pasa Wulan - Puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 pada setiap bulan Kalender Jawa.
Pasa Dawud - Puasa selang-seling, sehari puasa-sehari tidak.
Pasa Ruwah - Puasa pada hari-hari bulan Ruwah (Bulan Arwah).
Pasa Sawal - Puasa enam hari pada bulan Sawal kecuali tanggal 1 Sawal.
Pasa Apit Kayu - Puasa 10 hari pertama pada bulan ke-12 kalender jawa.
Pasa Sura - Puasa pada tanggal 9 dan 10 bulan Sura.