SEJARAH DEWI KWAN IM


Kwan Im (Hanzi: 觀音; PinyinGuān Yīn) adalah translasi dari Avalokitesvara Bodhisattva, merupakan Bodhisatva Welas Asih (Hanzi: 大慈大悲;Pinyin: Da Ci Da Bei. Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian dan Hakka yang dipergunakan mayoritas komunitas Tionghoa di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalah Kwan She Im Phosat (Hanzi: 觀世音菩薩, pinyin: Guan Shi Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan dari nama aslinya dalam bahasa SanskertaAvalokiteśvara.

Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada masa yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama ChenrezigDalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia.

Istiilah Avalokitesvara diterjemahkan oleh Kumarajiva menjadi Guanshiyin[2]. Kemudian di singkat menjadi Guanyin karena kata shi 世 sama dengan kata shi 世 dari nama Li Shimin 李世民 (598-649 CE) atau kaisar Tang Taizong 唐太宗. Persamaan ini tabu bagi kaisar.

Pengertian Avalokitesvara Bodhisattva dalam bahasa Sanskerta adalah:

  • "Avalokita" (Kwan/Guan/Kwan Si/Guan Shi) yang bermakna Melihat ke Bawah atau Mendengarkan ke Bawah (“Bawah” disini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (Sanskerta:lokita)).
  • Kata "Isvara" (Im/Yin), berarti suara (suara jeritan mahluk atas penderitaan yang mereka alami).

Kwan Im sebagai seorang Bodhisattva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang. Di negara JepangKwan Im Pho Sat terkenal dengan nama Dewi Kanon. Dalam perwujudannya sebagai pria, Kwan Im disebut Kwan Sie Im Pho Sat. Dalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 (tiga puluh) penjelmaan Kwan Im Pho Sat. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu / Ta Pei Cou/Ta Pei Shen Cou) ada 84 (delapan puluh empat) perwujudan Kwan Im Pho Sat sebagai simbol dari Bodhisattva yang mempunyai kekuasaan besar.

Altar utama di Kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagai “Buddha Wairocana”, dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 (enam belas) perwujudan lainnya. Perwujudan Kwan Im di altar utama Kim Tek Ie*), salah satu Klenteng tertua di Indonesia adalah King Cee Koan Im (Koan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma Kepada Umat Manusia). Disamping itu, terdapat pula wujud Kwan Im Pho Sat dalam Chien Chiu Kwan Im/Jeng Jiu Kwan Im/Qian Shou Guan Yin. (Kwan Im Seribu Lengan/Tangan) sebagai perwujudan Kwan Im yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatnya. Julukan Kwan Im secara lengkap adalah:

"Tay Cu Tay Pi, Kiu Kho Kiu Lan, Kong Tay Ling Kam, Kwan Im Sie Im Pho Sat".

SEJARAH KLASIK

Ketika agama Buddha memasuki Tiongkok (Masa Dinasti Han), pada mulanya Avalokitesvara Bodhisattva bersosok pria. Seiring dengan berjalannya waktu. Menjelang Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisattva berubah dan ditampilkan dalam sosok wanita. Ada beberapa teori mengenai perubahan ini.

Pertama pengaruh budaya maternalistik Tiongkok purba.

Kedua dipengaruhi oleh figur Wu Zetian 武則天( 624-705 ), kaisar wanita yang beragama Buddha.

Ketiga tekanan budaya paternalistik sehingga kaum perempuan memerlukan satu figur dewi perempuan yang bisa melindungi dan mengayomi mereka.

Rakyat jelata Tiongkok atau yang mayoritas memeluk kepercayaan rakyat (Chinese folk religion) sering menyebut dengan sebutan niang-niang 娘娘 atau ma 嫲 ( zaman sekarang ini digunakan kata ma 媽[3].

Taoisme kemudian menyebut Guanyin adalah Cihang Dashi 慈航大士 atau Cihang Zhenren 慈航真人, Salah satu sumber tentang ini adalah Lidai Shenxian Tongjian 历代神仙通鉴 (Catatan saksama dewa-dewi dalam sejarah) atau yang dikenal dengan nama lain Sanjiao Tongyuanlu 三教同原录 (Catatan tiga ajaran/agama bersumber yang sama). Buku itu ditulis oleh Xu Dao 徐道 dan Cheng Yuqi 程毓奇 pada akhir dinasti Ming(1368-1644) dan awal dinasti Qing ( 1644-1912 ) .

Dari sini jelas bahwa tokoh Avalokitesvara Bodhisattva berasal dari India dan figur perempuan Guanyin Pusa adalah figur yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Tiongkok saat itu. Avalokitesvara Bodhisattva memiliki tempat suci di gunung PotalakaTibet, sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di Pulau Putuo Shan di Kepulauan Zhou ShanCina.